Masjid Agung Gedhe Kauman, Menjadi Saksi Sejarah Perjalanan Islam

Masjid Gedhe Kauman, merupakan nama awal sebelum berubah menjadi Masjid Agung, Masjid Besar, dan sekarang Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertama kali dibangun pada tanggal 29 Mei 1773 atau 6 Robi’ul Akhir 1187 Hijriyah, masih erat kaitanya dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian yang menjadi awal mula berdirinya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Masjid Agung Gedhe Kauman, Menjadi Saksi Sejarah Kerajaan
Masjid Agung Gedhe Kauman, Menjadi Saksi Sejarah Kerajaan (Photo by, Wahyu Novian dan SIMAS Kemenag Republic Indonesia)

Masjid Agung Kauman didirikan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I, bersama seorang penghulu pertama kraton yaitu Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat, dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsitek pembangunan Masjid Agung ini. Sejak pertama kali dibangun Masjid Agung terus mengalami perluasan hingga yang dapat kita lihat sekarang ini.

Bentuk Masjid yang sangat kental dengan nuansa Jawa, membuat Masjid Agung ini menjadi khas dan memiliki kesan yang tenang. Pintu utama untuk masuk ke wilayah Masjid Agung Kauman ini, terletak di sebelah timur dengan bentuk Semar Tinandu, dan dikelilingi oleh dinding yang tinggi. Setelah memasuki halaman depan masjid di sisi kiri dan kanan terdapat “Pagongan”, yaitu tempat menyimpan Gong yang dibunyikan pada saat Sekaten.

Sekaten adalah perhelatan akbar memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, nama Sekaten sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu Syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat. Kemudian terdapat gerbang masuk disebut Gapuro, yang berasal dari bahasa Arab “Ghofuro” yang artinya ampunan dosa. Dengan makna tersebut, diharapkan orang yang memasuki Gapuro, dan berniat memasuki Masjid untuk beribadah dengan sungguh – sungguh maka dosanya diampuni.

Baca Juga:  Museum Kereta Keraton Yogyakarta, Menapak Tilas Masa

Dapat kita lihat atap Masjid Agung Kauman ini, dengan atap Tumpang yang menggambarkan daun Kluwih dan Gadha. Nah, tiga tumpang ini memiliki makna kesempurnaan hidup seorang manusia yaitu Syariat, Hakekat, dan Makrifat. Selain itu juga terdapat gedung penjagaan (Pajagan) yang terletak di sisi kiri dan kanan tempatnya prajurit Kraton untuk menjaga keamanan Masjid pada masa itu.

Masuk kedalam Masjid Agung, langsung dapat kita jumpai kolam air yang berada di sisi timur, utara, dan selatan serambi masjid sebagai tempat mencuci kaki sebelum masuk ke dalam masjid. Bentuk bangunan induk berbentuk Tajug persegi dengan atap yang tumpang tiga, dengan pintu masuk berada di sebelah timur dan utara. Kemudian, terdapat mimbar bertingkat tiga, lalu Mihrab tempat imam memimpin sholat, dan sebuah bangunan yang dinamai Maksura.

Maksura adalah bangunan mirip sangkar yang pada saat itu berfungsi sebagai tempat sholat Sri Sultan untuk menjaga keamanan Sri Sultan. Lantai utama Masjid Agung, lebih tinggi dari halaman depan masjid sehingga nampak sangat megah dan kuat. Dilengkapi dengan lantai dasar masjid yang terbuat dari, marmer Italia. Dengan diatasnya terdapat lantai tehel motif kembangan yang istimewa.

Hingga saat ini Majid Agung Kauman tetap menjalankan tradisi, sekaligus sebagai tempat beribadah yang serat akan sejarah yang menyelimuti Masjid Agung. Bisa dibilang, hampir tiap bentuk dan ornament masjid memiliki makna. Dan tiap makna itu bahkan tidak kita sadari, baru kita sadari setelah mendapat informasi atau mendengar dari orang lain.

Baca Juga:  Museum Batik Yogyakarta: Mengenalkan Kita Budaya Asli Indonesia

Demikianlah, tujuan dibuatnya Masjid Agung yang penuh sejarah dan makna ini, selain sebagai tempat beribadah juga tempat mencari tau, dibalik makna tiap lekukan Masjid Agung Kauman ini. Tidak sulit untuk menjamah masjid ini, lokasinya tidak jauh dari Jalan Malioboro. Dan lebih tepatnya berada di sebelah barat Alun – alun utara. Di jalan Kauman Alun – alun Kraton Yogyakarta, Gondomangan, Kota Yogyakarta.

Kegiatan yang rutin dilakukan Masjid Agung Demangan adalah Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Waqaf. Tedapat juga kegiatan pendidikan seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Lalu menyelenggarakan kegiatan social ekonomi berupa koperasi Masjid, serta mengadakan pengajian rutin. Sebagai tempat penyelenggaraan Dakwah Islam atau Tabliq Akbar.

Serta menjalankan kegiatan hari besar Islam lainya, dan kegiatan sholat fardhu. Jika, anda berkunjung ke Yogyakarta jangan lewatkan untuk mendirikan Sholat di Masjid Agung, yang merupakan saksi sejarah dan memiliki kekayaan nilai historis yang tinggi. Memang akan lebih menyenangkan bila berlibur dan tetap tidak ketinggalan untuk beribadah dengan rutin.

Nah, demikian tadi perjalanan Sobat Jogja menyusuri jejak Masjid Agung atau Masjid Gedhe, Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta. Semoga pengalaman menarik ini dapat lebih lagi memperkaya ilmu pengetahuan anda, dan sampai jumpa besok di tempat wisata Jogja berikutnya.

Bagikan ke sosmed kamu

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas